Titik terberat pada sebuah hubungan bukanlah saat perpisahan, melaikan saat hati dilanda kerinduan. Tanyakanlah pada diri kita masing-masing, kita menangis saat berpisah bukan karena kita takut dengan perpisahan, Tapi karena takut akan kerinduan.
Saat akan berpisah, belumlah sosok itu benar-benar pergi dari hadapan kita, kerinduan pada bayang sosoknya telah memenuhi ruang batin. Meski suara orang terkasih masih terdengar di telinga kita secara nyata, kerinduan pada suara itu sudah mulai menyergap batin. Belumlah aroma tubuhnya benar-benar lenyap dari benak kita, kerinduan pada aroma itu sudah menghantui pikiran.
Sering kali kita menangisi orang terkasih yang jauh di mata, bukan karena kita takut ia mendua atau takut tak akan lagi berjumpa. Justru kadang yang membuat kita menangis terisak adalah bayang-bayang kenangan saat bersamanya, dan kita merindukan kenangan-kenangan itu terulang lagi.
Kerinduan, kau layaknya kabut pegunungan yang berhembus cepat menutupi setiap sisi-sisi lembah. Hadirnya telah menenggelamkan cahaya keceriaan, terganti hitam pekatnya kegelapan sendu. Oh, betapa menyesakan dada jika hati dilanda perasaan rindu.
Oh dear, kita menangis bukan karena takut akan perpisahan, tapi takut menahan rasa rindu yang teramat dalam.
ilustrasi/ flickr.com |
Sering kali kita menangisi orang terkasih yang jauh di mata, bukan karena kita takut ia mendua atau takut tak akan lagi berjumpa. Justru kadang yang membuat kita menangis terisak adalah bayang-bayang kenangan saat bersamanya, dan kita merindukan kenangan-kenangan itu terulang lagi.
Kerinduan, kau layaknya kabut pegunungan yang berhembus cepat menutupi setiap sisi-sisi lembah. Hadirnya telah menenggelamkan cahaya keceriaan, terganti hitam pekatnya kegelapan sendu. Oh, betapa menyesakan dada jika hati dilanda perasaan rindu.
Oh dear, kita menangis bukan karena takut akan perpisahan, tapi takut menahan rasa rindu yang teramat dalam.