Balimau Kasai Tradisi Menyambut Bulan Ramadhan Dari Masyarakat Kampar

Mandi balaimau kasai http://riauberbagi.blogspot.co.id

Sialangzone - Sehari menjelang Ramadhan masyarakat di beberpa wilayah di Indonesia biasanya memiliki tradisi unik. Salah satunya adalah Balimau Kasai dari masyarakat Riau dan Sumatera Barat. Balimau Kasai sendiri merupakan ungkapan rasa syukur dan kegembiraan kepada Tuhan atas kaarunianya, sehingga diri masih diberi kesempatan memasuki bulan ramadhan. Balimau Kasai juga menjadi simbol pembersihan diri sebelum memasuki bulan puasa.

Di provinsi Riau, khususnya masyarakat Kampar, setiap menjelang Ramadhan selalu mengadakan acara ini. Sepanjang aliran Sunga Kampar, sebelum maghrib menjelang masyarakat tumpah ruah turun ke sungai, mandi membersihkan diri.

Balimau secara harfiah memiliki makna pembersihan diri memasuki bulan puasa. Simbol pembersihan tersebut dipraktikkan dengan cara mandi menggunakan air dicampur jeruk yang bagi masyarakat setempat disebut limau. Jeruk yang digunakan adalah jeruk nipis atau jeruk purut. Sebelum digunakan limau direbus dahulu hingga lembut.

Lalu Kasai berarti wangi-wangian yang dipakai untuk membersihkan badan. Bahan yang digunakan untuk membuat kasai adalah beras yang dicampur dengan kunyit dan sedikit tambahan kencur. Semua bahan tersebut ditumbuk hingga halus.
Balimaiu Kasai berisi jeruk dan beras dan kunyit serta bahan lain yang ditumbuk

Balimau Kasai
Sebelum sore menjelang masyarakat sekitar saling mengunjungi kerabat yang lebih tua untuk mengantar bahan Balimau Kasai.

Nilai adatnya mulai luntur

Namun seiring bertambahnya zaman nilai otentik dari Balimau Kasai mulai luntur. Untuk mencari praktisnya bahan limau kini tak lagi menggunakan jeruk nipis tetapi sudah diganti dengan shampo sachet, dan kasai tidak lagi dibungkus daun pisang tapi dibungkus plastik. Bentuk Balimau Kasai seperti ini memberikan kesan hanya asal jadi, membuat nilai tradisinya berkurang.

Limau sudah diganti dengan shampi sachet
Acara prosesi mandi balimau juga banyak dibumbui hal-hal yang tidak islami, seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan saat mandi serta iringan musik orgen tunggal yang semakin mengaburkan nilai luhur.

Dulu sebelum nilai adat ini luntur, antara pria dan wanita betul-betul lokasi pemandiannya tegas dipisah --untuk pria dibagian atas aliran sungai sedangkan wanita dibagian bawah sungai. Mirisnya masyarakat dari luar wilayah Kampar yang ingin menyaksikan tradisi ini juga turut andil mempeburuk lunturnya nilai-nilai islami. Bagi muda-mudi acara ini justru dijadikan tempat berpacaran, ajang cuci mata.

Para tokoh masyaratkat sebetulnya juga tidak tinggal diam dengan fenomena ini. Mereka berusaha mengembalikan sesuai acara ini sesuai dengan tujuannya. Salah satunya dengan melarang adanya iringan musik, masyarakat yang ingin mandi juga dihimbau agar memisahkan diri dari lawan jenis. Namun sekeras apapun himbauan, sepertinya masyarat tetap saja menemukan celah untuk melakukan kegiatan di luar nilai-nilai tradisi dan agama.
LihatTutupKomentar